Rio p.o.v
Aku mengangkat wajahku menatap seseorang yang selama setahun ini selalu menari-nari di otakku. Aku mengangkat kameraku, membidik ke arah yang sama selama setahun. Aku tersenyum melihat hasil fotoku.
“Kamu nggak berubah” Aku menoleh ke arah suara itu, mengernyitkan kening tanda tak mengerti dengan ucapannya
“Kamu nggak berubah. Hasil fotomu selalu bagus, karena objek yang kamu foto itu berasal dari hati. Dari dulu kamu hanya mau memotret sesuatu yang menurutmu itu patut diabadikan” ujarnya. Aku hanya menarik salah satu sudut bibirku.
“Kamu nggak mau coba jujur ke dia?” Aku mengangkat bahu
“Kamu takut ditolak?”
“Entahlah. Tapi aku rasa, aku sudah cukup bahagia ketika kamu mengenalkannya padaku”
“Aku tau. Sejak saat itu kamu memang berubah. Arah bidikanmu hanya selalu padanya” Aku mengacak rambutnya pelan. Sahabatku yang satu ini memang tau segalanya tentang diriku
“Aku duluan” ucapku sambil mengalungkan kamera SLR kesayanganku
“Hei Rio, begitukah caramu melarikan diri?” aku tertawa kemudian mengangkat bahuku lagi
“Aku yakin kamu tahu segalanya, Shilla” Aku pun berjalan meninggalkan sahabatku itu. Aku membuka pintu mobil, ternyata aku melihat dia lagi.
“Ayo aku antar pulang” ucapku menghampirinya
“Nggak ngerepotin ka?”
“Hei, sejak kapan kamu malu-malu begini? Biasanya juga malu-maluin.” Aku pun tertawa melihatnya menggembungkan pipi karena kesal
“Ka Rio Reseeee.” Ujarnya dan langsung masuk ke mobilku. Yah, aku senang sekali menggodanya membuat pipinya menggembung
“Kok nggak pulang?”
“Lagi nunggu taksi”
“Nggak dijempt?” ia pun menggeleng lemah
“Kenapa nggak minta diantar sama debo? AKu yakin dia akan dengan suka rela”
“Tapi aku yang nggak sukarela”
“Kamu yakin nggak punya perasaan apa2?”
“Ka Rio, harus aku jawab berapa kali sih? Nggak. Dia tuh udah kayak kakak”
“Tapi dia harap lebih loh..”
“Karena itu, makanya aku nggak suka”
“Alasan itu juga, kamu menjauhinya?”
“Aku hanya merasa risih dengan setiap sikapnya padaku”
“Kalau aku yang ngelakuin?”
“Maksudnya?”
“Aku seperti dia.”
“Err. Aku akan mencabik-cabik wajahmu kak. Sungguh” aku pun tertawa melihat dirinya yang begitu tak suka dengan topic pembicaraan kali ini. Aku sempat meliriknya. Dia memang manis. Aku yakin, setiap orang yang pertama kali melihatnya pasti akan mengira bahwa dia adalah salah satu gadis manis yang pendiamnya luar biasa. Namun, setelah mengenal lebih jauh, aku yakin semuanya akan tahu bahwa ia memang gadis yang manis namun cerewetnya luar biasa. Satu hal yang aku tau, senyumnya begitu manis, senyum yang ku harap selalu menjadi milikku, tapi aku tau, aku tak akan pernah memilikinya
“Ehm, sibuk melulu sama pacarnya.” Ujarku ketika melihatnya sibuk dengan HP-nya, sambil tersenyum
“Ih ka Rio apaan sih”
“Tuh, ngeliat HP sambil senyum-senyum. Siapa lagi kalau bukan pacar?”
“Bukan”
“Kamu belum punya pacar?”
“Belum”
“Kalo gitu aku bisa bilang ke Debo buat jadi calon pacarmu”
“Ka Rio, bisa nggak sih sekali aja nggak nyebutin nama ka Debo?” Aku pun terkekeh mendengarnya
“Kamu bisa main gitar fy?”
“Nggak. Aku Cuma tau kunci-kunci dasarnya aja. Tapi kalo maennya nggak bisa”
“Wah, berarti kamu nyari cowok yang bisa main gitar ya?”
“Duh ka Rio, apa sih ngebahas cowok terus” AKu hanya tersenyum tipis. Seandainya saja Ify menjawab ‘ya’ buat pertanyaan terakhirku, mungkin aku yang bakal jadi calonnya. Namun sayang, dia nggak menjawab sama sekali. Aku memang bisa bermain gitar, mungkin itu salah satu kelebihan dibandingkan Debo.
“Udah nyampe fy” ucapku sambil memberhentikan mobilku tepat di depan rumahnya.
“Makasih ka. Mau mampir nggak?” Aku berpikir sedikit kemudian mengangguk dan mengekorinya dari belakang.
“bentar ya ka, aku ganti baju dulu ”
Drrt…drrt…
Aku melirik HP yang ada di sampingku. Itu HP-nya Ify. Ingin sekali aku membuka sms masuk itu. Aku ingin tahu, siapa yang sejak tadi ber-sms-an ria dengan Ify. Tapi aku tahu, itu bukan hakku. AKhirnya aku pun mengeluarkan kamera mencari objek yang bagus.
“Ka Rio di taman belakang aja yuk” ajaknya sambil membawa 2 gelas jus jeruk
“Huh, ka Rio mah lebih sayang sama kamera.”
“Ya iyalah. Kalo bukan kamera, kamu maunya siapa? Kamu yang ku sayang?” godaku membuat semburat merah muncul di pipinya
“Ka Rio!” AKu pun terkekeh dan masih mencoba memotret
“Ka Rio kok belum pacaran?”
“Kenapa? Mau jadi calonnya?” godaku lagi
“Ih, ka Rio aku serius”
“Aku juga serius” Ify langsung terdiam “tapi sayangnya kamu udah sama Debo”
“Duh, iseng banget sih. Ngapain sebut namanya lagi”
“Terus mau namanya siapa? Kamu kan nggak pernah ngenalin calonmu”
“Hai fy” Aku menengok ke arah panggilan
“Eh ka Rio, kenalin ini Gabriel. Yel, ini ka Rio”
“Iel”
“Rio” Aku terdiam. Apakah ini orang yang dari tadi smsan sama Ify, apa ini yang membuat Ify senyum2. “Hmm jadi ini calonny fy”
“Calon apa?”
“Calon pacarmulah” godaku walaupun aku merasakan sakit menjalar di hatiku. Bukan ini yang ku inginkan. Aku melihat Ify menunduk sedangkan Iel hanya menggaruk kepalanya seperti salah tingkah mendengar ucapanku
“Ka Rio jangan rese deh” ucap Ify masih menunduk wajahnya
“Aku pulang ya”
“Yah, kok langsung pulang sih?”
“Aku nggak mau jadi obat nyamuk buat kalian. Daah” aku pun langsung meninggalkan Ify bersama Iel. Sebelum aku benar2 keluar dari rumahnya, aku mengarahkan kameraku lagi ke arah Ify.
Jepret…
Aku tersenyum pahit. Mungkin aku hanya dapat bermimpi menjadikannya kekasihku
Ify P.o.v
Ada perasaan aneh yang muncul di hatiku. Bukan persetujuan dari ka Rio yang aku inginkan. Bukan kepergian ka Rio juga yang aku inginkan. Yang aku inginkan hanya satu, ka Rio punya perasaan yang sama denganku. Kecewakah atau bodhkah aku mengharapkannya? Entah sejak kapan perasaan ini muncul di hatiku. Alasanku menjauhi ka Debo pun, hanya karena aku ingin ka Rio tahu bahwa aku tak menyukai ka Debo.
“Fy kok bengong?” iel mengagetkanku
“Eh nggak kok. Kamu mau minjem buku catatanku ya? Bentar ya” Aku pun segera mengambil buku yang mau dipinjam oleh Iel di kamarku. Tak sengaja aku menjatuhkan buku lain. Ah, aku tau buku itu. Aku sempat terpaku menatapnya. Namun dengan segera aku menggelengkan kepala, dan pergi menemui Iel.
“Ini yel” ucapku sambil menyodorkan buku catatanku
“Siiip..thanks ya fy. Aku pulang dulu” pamit Iel kemudian pergi meninggalkan aku yang masih terdiam di pinggir kolam renang. Aku berjalan ke kamarku dengan gontai. Aku masih memikirkan sikap ka Rio. Sepertinya aku memang tak ada harapan apapun. Mataku terpaku pada buku yang tadi jatuh, ketika ku ambil buku catatanku. Aku menatapnya cukup lama. Buku bersampul biru itu, membuatku tersenyum tipis. Hampir 5 bulan aku tak pernah lagi menulis Diary. Yah buku itu, adalah Diary ku. Aku membuka lembar per lembar
Jakarta, 28 September 2010
Hari ini sekolahku diliburkan, karena para guru sedang rapat kerja (raker) besar-besaran. Oleh karena itu, aku, Ka Rio, ka Shilla, ka Debo, Ka Tian, ka Alvin pergi ke kota bunga. Aku diajakin sama ka Alvin, yang notabene adalah kakak sepupuku. Awalnya aku nggak mau, karena aku juga belum terlalu dekat dengan mereka, namun karena semuanya menyetujui dan mengajakku, akhirnya aku pun mau pergi ke sana.
Selama perjalanan di dalam mobil ka Rio, kami bernyanyi, mendengarkan radio, ketiduran (yang pasti ka Rio nggak, soalnya dia yang nyetir), ngemil, sampai curhat pun kami lakukan. Itu kami lakukan hanyalah untuk membunuh kebosanan kami.
“Duh, ngantuk nih, semalam tidur jam 3” ujar ka Tian
“Makanya yan, kalo smsan jangan malam2” ucap ka Alvin
“SMS-an sama siapa? Wong nggak punya cewek”
“Kamu lupa, kalau kita sms-an semalam?” tanya ka Alvin lagi sambil mengedip-kedipkan matanya, membuat semua bergidik ngeri dan tertawa.
“Fy, kalo pengen tidur, tuh ambil aja selimut di belakang kursi.” Ucap ka Rio tiba-tiba membuat semuanya yang awalnya asyik tertawa, terdiam
“Cieeee, Riio perhatian bangeet” goda ka Shilla
“Kayaknya tadi yang bilang ngantuk aku deh, kok si Ify sih yang dikasih selimut?” omel ka Tian membuatku tertawa menutupi rasa aneh yang muncul di hatiku
“Nggak, kan Ify yang paling muda di antara kita, jadi nggak apa2 dong, kalo aku perhatian”
“Yo, aku restuin kok, asal kamu ngasih upeti yang gede buatku” ujar ka Alvin yang entah bagaimana, aku merasa terselamatkan, karena semua sudah asyik dengan pekerjaan masing2
Sesampainya di sana, aku berjalan bersama ka Alvin. Di mana ada ka Alvin, di situ pasti ada aku. Aku memang belum terlalu dekat dengan yang lain. Tapi di tengah jalan-jalan di kota bunga, entah dimulai sejak kapan, ka Rio memintaku jadi modelnya. Katanya sih karena aku yang paling narsis dan fotogenik dibandingkan yang lainnya. Aku sih senang2 saja, karena aku memang suka difoto. Bukan hanya fotoku sendiri, tapi ada juga fotoku bersamanya. Aku memang merasa nyaman dekat dengannya.
Aku rasa, ceritaku hari ini sekian sampai di sini aja, aku mau tidur dulu. Ngantuk! Hehe..Bye diary
Alyssa
Aku tersenyum tipis membaca diary-ku. Aku melihat fotoku bersama ka Rio saat itu yang sengaja ku cetak. Aku membalikkan halaman berikutnya
Jakarta, 2 Oktober 2010
Sekolahku begitu banyak kegiatan OSIS, dan aku sebagai sekretaris OSIS harusnya berada di sekolah saat ini, bukannya malah tiduran di RS. Ini semua gara-gara nyamuk, yang ntah muncul dari mana, membuatku terkena DBD. Alhasil, aku harus di RS, dan ini adalah hari ketiga aku di sini. Namun, aku begitu senang. Aku dijenguk oleh ka Rio. Dia bahkan ngobrol dan nampak dekat dengan ibuku. Aku hanya bisa tersenyum memandangnya. Ah, sejak kapan perasaan senang ini muncul di hatiku? Bukankah aku hanya menganggapnya sebagai kakak? Ketika ia pamit untuk pulang, sebenarnya aku sedikit tak rela. Namun ya sudahlah. Toh dia juga punya banyak urusan. Tak lama kemudian HP-ku berbunyi
From : ka Rio
Get well soon, dear.. J
Ah, dia benar2 bisa membuatku terbang ke langit ketujuh. Aku juga ingat semalam, dia mengirimkan sms padaku
From : ka Rio
Cumiiii, kamu sakit?
To : ka Rio
Iya. Kok cumi sih?
From : ka Rio
Soalnya kamu kecil seperti cumi. Hehehe.
Sudahlah, tak usah dibahas. Aku menganggapnya hanyalah sebagai kakak. Sungguh
Alyssa
Aku pun menutup diary-ku itu. Ku masukkan lagi ke lemari. Itu merupakan lembar terakhir dari diary-ku. Karena saat aku keluar dari RS, aku terlalu sibuk mengejar pelajaran dan tugas-tugas lannya. Aku membaringkan tubuhku, memejamkan mata, namun kembali wajah ka Rio yang muncul. Aku hanya mendesah. Dan ku putuskan untuk tidur sejenak
Rio pov
Aku membuka laptopku. Membuka salah satu folder dengan nama ‘Natural of Alyssa’. Aku menatap foto-foto yang ku dapatkan. Foto ketika ia sedang tertawa bahagia, ketika ia bergelayut manja pada Alvin, ketika ia menggembungkan pipinya karena kesal, ataupun ketika ia tersenyum begitu manis. Aku tak mengerti bagaimana perasaan ini muncul di hatiku. Yang aku tau hanyalah 1, yaitu aku begitu menyayanginya. Rasa sayangku bukan rasa sayang kakak pada adik. Tapi lebih dari itu.
“Hei yo.” Aku tersentak mendengar suara Alvin. Dengan sigap aku langsung menutup laptopku.
“Kamu ngebuat aku kaget tau nggak sih”
“Emang kenapa sih? lagi ngelamunin apaan?”
“Nggak”
“Adek spupuku ya?” Aku hanya mendengus. Yah, memang itulah yang kupikirkan dari tadi
“Ngapain ke sini?” tanyaku mengalihkan pembicaraan
“Aku mau meminjam PR matek mu.” Ucap Alvin sambil cengengesan
“Ambil saja dalam tasku” Alvin pun dengan segera mengambil bukuku, kemudian segera pamit pulang. Aku membaringkan tubuhku, memejamkan mata, dan membayangkan Ify lagi. Bagaimana bisa, dia diledek dengan Debo? Walaupun sebenarnya aku juga kadang diledek dengannya, namun itu hanyalah kadang dan itu hanya terjadi jika aku yang menggodanya duluan. Aku mengacak-acak rambutku. Beginilah aku, kalau frustasi. Aku pun langsung memeluk bantal yang ada di dekatku, kemudian membiarkan diriku terlelap.
@pulang sekolah keesokan harinya
Writer p.o.v
“Ify” teriak Alvin sambil melambai-lambaikan tangannya
“Ada apa kak?”
“Makan bareng yuk”
“Hmm, oke deh. Tapi aku kalau ngajak Via, masih bisa nggak?”tanya Ify
“Bisa kok fy. Ajak aja” ucap Rio sambil tersenyum tipis membuat Ify mengalihkan pandangannya. Ify segera menarik Via yang berada di depan kelas untuk pergi bersama mereka. Rio, Debo, Ify, Shilla, Via, Alvin, Tian pun sampai di sebuah restoran Cina. Rio mengambil tempat duduk di samping Ify, sedangkan Debo yang terlihat kecewa, akhirnya memilih duduk di depan Ify.
“Ya ampun yo. Ify nggak lari ke mana kok. Duduk aja sampai sebelahan begitu” ucap Shilla
“Kan biar romantis.” Celetuk Rio membuat semuanya tertawa. Mereka bertujuh pun mulai memesan makanan masing-masing. Ketika makanan datang, semuanya langsung melahap dengan begitu antusias kecuali Rio.
“Kok nggak dimakan ka?” tanya Ify yang melihat Rio belum menyentuh makanannya sama sekali
“Aku nggak mau makan, kalo kamu nggak nyuapin aku”
“Cieee...cuit...cuit” membuat wajah Ify memerah, sedangkan Rio menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali nggak gatal
“Hahaha, nggak ding. Soalnya makanannya masih panas. Lagian, kalo beneran minta disuapin, bisa digorok sama Debo” ucap Rio lagi ketika melihat perubahan raut wajah Debo yang nampak tidak senang. Sedangkan Ify, walaupun ia tau bahwa Rio hanyalah bercanda, namun ntah mengapa hatinya sakit ketika Rio meralat segalanya.
Waktu berlalu begitu cepat. Hari menjelang sore, mereka semua pun sudah selesai makan dan membayar. Hanya saja mereka masih asyik mengobrol di tempat itu.
“Eh, kakak2 semua ini kan udah sore tuh, gimana kalo kita ke danau cinta, pasti keren banget pemandangannya. Yah, itung2 melepaskan stress. Gimana?” tawar Via membuat semuanya berpikir kemudian tersenyum dan mengangguk. Mereka keluar dari restoran itu, dan mobil Rio pun melaju ke danau cinta. Tak butuh waktu lama untuk sampai di sana, karena tempatnya memang tak begitu jauh. Nampak segelintir otang di sana, mungkin sedang pacaran, atau sama seperti mereka, melepaskan stress.
Rio p.o.v
Dengan sigap ku ambil kamera dan memotret beberapa pemandangan yang begitu aku suka. Langkahku beralih mencari Ify unruk sebagai modelku lagi. Tapi tiba-tiba langkahku terhenti memandang Ify dan Debo yang tak jauh dari tempatku berdiri. Kamu mulai memfokuskan pendengaranku.
“Fy, aku sayang kamu. Kamu mau jadi pacarku? Jadi bidadari dalam hatiku?” tanya Debo sambil berlutut. Hatiku sakit melihat ini, aku tai Ify tak menyukainya. Namun, menurut rumor jika ada yang sungguh2 mencintai seseorang dengan tulus dan menembaknya di danau ini, maka mereka akan jadian, karena perasaannya pasti terbalas. Entah mengapa aku jadi takut pada rumor itu sekarang. Aku takut bahwa Ify tak akan pernah di sisiku.
“Tenang aja ka, Ify nggak akan pergi kok” aku langsung berbalik ketika mendengar kalimat itu
“Via?”
“Aku tau ka Rio suka sama Ify kan?” goda Via sambil menaikturunkan alisnya
“Sok tau anak kecil” ucapku sambil mengacak rambutnya.
“Udah ka, nggak usah boong. Keliatan banget kok gimana cara ka Rio mandang Ify.” Aku terdiam. Apa iya begitu kelihatan? Tapi jika memang seperti itu, mengapa Ify tak melihat hal yang sama? Atau ia juga sudah tau, namun ia lebih ingin sebagai kakak dan adik?
“Ka Rio!” aku pun menatap Via dengan sebelah alis terangkat. “Aku nggak bakal bilang ke Ify kok. Asal ka Rio mau motret aku. Sekaliiiiiiiii ajaaaa, tapi pake kamera SLR”
“Hahaha. Emang kamu nggak pernah difoto pake kamera begini?” Via menggeleng dengan polosnya “Dasar! Ayo gaya, aku padamu deh. Terserah kamu mau foto sebanuak apa” ucapku
“Sungguh?” tanya Via dengan mata berbinar-binar. Aku hanya mengangguk sambil menahan senyumku melihat tingkah Via
“Asyiiik. Ka Rio baik deh” Aku pun mengangkat kamera SLR-ku dan memotret Via berkali-kali. Apa iya, aku harus mengganti sasaran fotoku?
Ify p.o.v
Entahlah. Aku bahkan tak mendengar ucapan ka Debo lagi, ketika ku lihat tak jauh di sana ka Rio sedang tersenyum bersama Via dan tak lupa memotret Via. Ah, mengapa aku jadi kesal? Mengapa aku menjadi menyesal mengajak Via tadi? Mengapa aku tak rela, jika yang dipotret adalah Via dan bukan aku? Mengapa? Apakah aku cemburu? Apakah aku benar2 jatuh cinta pada ka Rio?
“Fy” panggil ka debo lembut membuatkusadar dari lamunanku “Jadi?”
“Maaf ka, aku nggak bisa” ucapku sambil menunduk merasa bersalah. Dia mengangkat wajahku, kemudian tersenyum, walaupun aku dapat melihat jelas kekecewaan terpancar dari matanya.
“Nggak apa2. Aku tau hatimu sudah dimiliki seseorang kan yang tak lain dan tak bukan adalah RIo” ucapnya membuatku melotot. “Nggak usah kaget. Aku dukung kok. Pokoknya kalian harus jadian” Aku pun hanya dapat tersenyum tipis “Udah ah. Sana gih, ketemu sama pangeranmu”
“Apa sih ka.” ucapku dengan pipi yang memerah tentunya. Aku pun pergi mencari ka Rio, karena ia sudah tak ada di tempat terakhir kali ku lihat. Ketika aku menemukannya, ia masih bersama Via, yang secara tak langsung membuatku mengurungkan niat dan duduk di tepi danau itu. Andai harapanku agar bersama ka Rio dapat tercapai. Namun sepertinya itu hanyalah mimpiku yang tak pernah jadi kenyataan. Yang akan selalu menjadi mimpi.
“Hei” ucap seseorang dan langsung duduk di sampingku “Mana pacarmu?”
“Aku nggak punya pacar”
“Debo?”
“Ka Rio, aku nggak pacaran sama ka Debo”
“Yakin? Bukannya tadi Debo nyatain perasaannya ke kamu?”
“Yah, tapi ku tolak”
“Kenapa?”
‘karena aku suka kamu ka Rio’ itu yang ingin sekali ku katakan, namun aku tak punya cukup keberanian. Akhirnya hanya ku katakan dalam hatiku
“Karena aku nggak suka sama ka Debo”
“Kalo nggak suka sama Debo, sama Iel dong?” Aku mendengus sebal. Mengapa laki-laki di sampingku ini tak mengerti perasaanku.
“Terserah!” ucapku dan berdiri hendak meninggalkanny, namun tanganku ditahannya
“Kamu marah?” tanyanya lembut membuatku sulit bernafas.
“Nggak”
“maaf.” Ucapnya membuatku heran. Kemufian ia langsung pergi meninggalkanku. Aargh. Apa sih maunya? Sampai kami pulang pun, tak ada satupun dari kami yang bicara. Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur. Seikapnya seperti ini membuatku takut kehilangannya
Drrt...drrt
Aku merogoh HP ku dan melihat sms yang masuk
From : ka Rio
Ada yang ingin aku tunjukin ke kamu. Aku harap kamu mau datang besok pagi jam 6 ke kelasmu.
Aku mengerutkan keningku. Apa ia tak salah mengirimkan sms ini padaku? Tapi daripada aku bingung, mending aku mandi, tidur dan datang sesuai smsnya.
Keesokan paginya
Rio p.o.v
Aku berada di ruangan sebelah kelas Ify. Menunggu kedatangan Ify. Kemarin aku begitu senang ketika tau bahwa ia menolak Debo. Dnegan demikian aku punya kesempatan. Tapi apakah dia akan menerimaku? Apakah ia akan datang? Aku menatap jam tanganku, sudah pukul 6, dan dia belum datang. Aku akan menunggunya. Sungguh! Aku melihatnya berlari-lari kecil menuju kelasnya. Aku tersenyum
Ify p.o.v
Sesampai di kelas, aku sedikit kecewa karena ternyata ka Rio nggak di sana. Atau lebih tepatnya dia salah mengirimkan sms? Entahlah. Namun tiba-tiba proyektor di kelasku menyala membuatku terkejut. Hampir saja aku berlari. Aku tertegun menatap apa yang terpampang di hadapanku. Itusemua foto2ku yang dikemas dalam movie + soundtrack bruno mars- just the way you are. Gosh! Ada fotoku di kota bunga, ataupun foto2 candid ntah bersama ka Alvin, Via, sendiri dan ada di mana saja. Aku menyenderkan tubuhku ke tembok, hanya untuk menjaga keseimbangan agar aku tak jatuh
“Cause you’re amazing, just the way you are” seseorang menyanyikan sepenggal lirik itu membuatku menoleh.
“ka Rio” pekikku. Gamabr-gambar yang ditayangkan pun hilang.
“Mm, fy. Maaf ya gue udah minta lo datang pagi2 begini” ucap ka Rio. Aku hanya terdiam, tak mampu mengatakan apapun, entah karena masih shock atau karena menatap wajahnya dengan jarak begitu dekat
“Hmm, aku Cuma mau bilang kalo aku sayang kamu. Bikan sayang kakak ke adik, tapi lebih dari itu. Aku ingin melindungimu fy. Aku ingin kamu selalu menjadi sasaran potretku. Aku ingin membingkai kamu dan aku, membingkai kisah kita dalam hatiku. Aku ingin kamu tak pernah meninggalkanku. Fy, kamu mau jadi belahan jiwaku?” ucapnya sambil memegang kedua tanganku. Aku menahan nafasku. Jantungku berdegup cepat, apa ini mimpi? Apa aku sedang berhayal?
“Aku juga sayang kamu ka”
Rio p.o.v
“Apa?” tanyaku sengaja ingin mendengarnya lagi.
“Aku sayang kamu ka, aku mau jadi belahan jiwamu”
“hehe” kikuk. Ntah apa yang harus ku lakukan. Ini pertama kalinya aku menyatakn perasaanku. Akhirnya aku hanya cengengesan dan menggaruk kepalaku yang nggak gatal
“Cieee yang udah jadian. PJ” Aku menoleh, ternyata di depan pintu sudah ada Alvin, Shilla, Tian, Via, bahkan Debo. Aku Cuma nyengir dan tangan kananku memeluk pinggang Ify. Ify hanya menunduk dengan wajah memerah
“Ya udah, mau sekarang atau ntar istirahat PJ-nya?”
“Sekaraaaang” teriak mereka kompak dan langsung menyerbu kantin.
“Yuk fy” aku pun melepaskan pelukanku dan menggandeng tangannya
CUUP..
Aku langsung menghentikan langkahku. Aku melepaskan genggaman tangan Ify, dan memegang pipiku. Aku menatap Ify yang sedang malu-malu di sampingku
“yah, kok cium pipi sih” rengutku
“Emang nggak boleh ya?” tanya Ify polos
“Bukan nggak boleh, tapi aku maunya di sini” ucapku sambil menunjuk bibirku
“Ih ka Rio mesuuum” ujar Ify sambil mengembungkan pipinya. Ia pun langsung berlari ke kantin. Aku hanya tertawa melihat ekspresinya.
“Tunggu aku fy” teriakku dan berlari mengikuti Ify
-The end-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar